Saat ini berita
Timur Tengah telah menjadi topic pembicaraan dunia, kenapa?
Karena Qatar kabarnya akan membangun sejumlah mega proyek infrastruktur di
berbagai wilayah sejak negara tersebut terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia
2022. Kabarnya negara Teluk tersebut juga sudah menghabiskan total dana sampai
Rp. 2.880 triliun untuk mendirikan jalan raya, rel kereta api, rumah sakit,
kota, bandara baru, hotel, bahkan stadion tempat bertanding.
Ali
Sahreef Al-Emadi sebagai Menteri Keuangan Qatar mengungkapkan kalau seluruh
mega proyek akan diselesaikan dalam beberapa tahap. Ia sangat berharap kalau
semua pembangunan akan rampung pada tahun 2021, yakni setahun sebelum turnamen
sepak bola terbesar sejagat raya digelar. Dan nyatanya, megaproyek tersebut
sudah dikerjakan sejak 2015 silam, namun belum booming menjadi berita
Timur Tengah terbaru seperti saat ini.
"Kami menggelontorkan dana hampir USD500
juta per pekan untuk merampungkan proyek ini. Semua pengerjaan akan selesai
dalam waktu tiga atau empat tahun. Kami bekerja keras agar semua orang melihat
bahwa kami sudah siap untuk menggelar Piala Dunia 2022," ungkap Ali
Shareef Al-Emadi, dikutip aljazeera.com (matamatapolitik.com).
Uniknya saat sudah menjadi rahasia dunia, Qatar
sedang mengalami lumayan banyak tantangan. Tidak hanya harga minyak yang
fluktuatif, Qatar juga mengalami ketegangan politik dengan negara tetangganya
yakni Arab Saudi, Mesir, Bahrain, Uni Emirates Arab (UEA), Libya, Yaman, dan
Maladewa. Qatar hampir saja mengalami kesulitan bergerak, akses perbatasan
darat, laut, dan udara di kawasan yang ditutup.
Sejumlah sektor penting Qatar sempat tercabik
dan lumpuh sebut saja seperti pangan, penerbangan, investasi, harga minyak, dan
sepak bola. Tidak tinggal diam, Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) pun akhirnya
bergegas melakukan komunikasi dengan Komite Tertinggi Penyelenggara Piala Dunia
2022, agar bergerak meninjau kondisi dan perkembangan persiapan Qatar.
Sebelumnya, Arab Saudi dan sekutunya, termasuk
Amerika Serikat (AS) menuduh Qatar sebagai negara yang sudah membiayai aksi
terorisme di Timur Tengah, termasuk juga melindungi anggota kelompok ISIS. Dan
akibatnya adalah negara-negara Teluk meminta FIFA untuk mencabut Qatar.
Kekisruhan itu pun berdampak pada 1,4 juta buruh yang bekerja dalam proyek
Piala Dunia 2022.
Menurut Federasi Sepak Bola Jerman (DFB)
berkomunikasi dengan Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) dan menilai turnamen tidak
dapat dilaksanakan di negara pendukung terorisme. Badan Sepak Bola Asia (AFC)
tidak tinggal diam, turun ke lapangan untuk melakukan peninjauan. Pada akhirnya
AFC menyatakan Qatar merupakan negara paling berpengaruh.
Qatar yang merupakan salah satu negara yang
netral jadi menurut AFC, akan ada banyak pertandingan antar negara Asia yang
digelar di Qatar akibat adanya konflik diplomatik seperti Iran, Libanon,
Suriah, Irak, hingga Yaman. “Kami akan memantau situasi di sana dengan seksama
dan ketat,” ucap Sekjen AFC Windsor John dikutip Reuters.
Selain itu, suhu puncak yang mencapai 60 derajat
celsius pada musim panas, membuat banyak negara serikat protes. Para pemain
sepak bola akan cepat mengalami dehidrasi, sekalipun ada aturan baru untuk
istirahat di tengah pertandingan, tetap akan memberikan pengaruh tersendiri
pada para pemain.
Demikianlah berita Timur Tengah yang dapat
matamatapolitik.com berikan, semoga bermanfaat dan pastikan Piala Dunia 2022
tidak Anda lewatkan.